Sejarah Pemindahan Ibukota Bandung dan Sejarah Bupati Bandung Dari Masa Ke Masa
Hingga berakhirnya kekuasan Kompeni Belanda (VOC) pada akhir 1779,Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak,Citeureup atau sekarang dikenal dengan Dayeuh Kolot,selama itu Kabupaten Bandung diperintah secara turun temurun oleh enam orang Bupati. Tumenggung Wira Angun-Angun(Bupati Pertama) yang memerintah dari tahun 1641 sampai tahun 1681. Lima Bupati lainnya adalah Tumenggung Ardikusumah yang memerintah tahun 1681-1704,Tumenggung Angadireja I (1704-1747), Tumenggung Anggadireja II (1747-1763),R.Anggadireja III dengan gelar R.A.Wiranatakusumah I (1763-1794) dan R. Adipati Wiranatakusumah II yang memerintah dari tahun 1794 hingga tahun 1892.
Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Wiranatakusumah II,Ibukota Kabupaten Bandung dengan alasan Krapyak tidak strategis sebagai Ibukota Pemerintahan,karena terletak di sisi selatan daerah Bandung dan sering dilanda banjir. R.A. Wiranatakusumah II adalah sebagai pendiri Kota Bandung tempo doeloe. Pemindahan Ibukota Bandung kelokasi baru merupakan peristiwa penting dan bersejarah,karena penentuan letak Ibukota Bandung mendekati Jalan Raya
Pos (Groote Postweg) yang sarat dengan kepentingan penjajah Belanda (hal ini perlu untuk diketahui oleh sejarawan dan sebagai penelusuran sejarah yang selama ini tercatat bahwa penentuan lokasi Ibukota Bandung ditentukan oleh penjajah Belanda).
Konon R.A Wiranatakusumah II dalam menentukan lokasi untuk Ibukota ini tidaklah sembarangan dan pertimbangan-pertimbangan yang matang, dan bertafakur di pinggir Sungai Cikapundung yang dilakukan diantara dua sumur sisa Telaga Bandung, barulah memperoleh petunjuk penentuan lokasi Ibukota Bandung.
Sekitar tahun 1808 atau awal tahun 1809, Bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak mendekati lahan bakal Ibukota baru.
Mula-mula bupati bertempat tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti),kemudian pindah ke Balubur Hilir,selanjutnya pindah lagi ke Kampung Bogor (Kebon Kawung, Gedung Pakuan sekarang) dan terakhir R.A. Wiranata Kusumah II bersama rakyatnya membuka hutan bekas tempat mandi badak putih yang sekarang tempat berdirinya Pendopo Kota Bandung konon,bekas tempat mandi badak putih apabila dipergunakan untuk pemukiman akan menjadi tempat yang subur dan makmur.
Selama 18 tahun, Bupati R.A. Wiranatakusumah II memimpin Ibukota yang baru, pada tahun 1829 beliua wafat.
Sebagai penggantinya adalah putra sulungnya yang bergelar Wiranatakusumah III atau terkenal dengan Dalem Karanganyar atau sekitar Hotel Homann sekarang. Karena kondisi kesehatan yang tidak baik R.A. Wiranatakusumah III mengundurkan diri dari jabatannya pada tahun 1846 dan digantikan oleh putra keempatnya bernama R.Suryakarta Adiningrat.
Setelah menjabat sebagai Bupati R. Suryakarta Adiningrat dianugrahi gelar Adipati Wiranatakusumah IV. karena jasa-jasanya yang besar dalam pembangunan kota Bandung,antara lain memimpin pendirian Masjid Agung Bandung (1850) membuka Sekolah guru atau Kweek School (1866), mendirikan Sekolah Pangreh Praja yang bernama Opleiding School Voor Indladsche Ambtenaren (OSVIA), membantu dan mendorong Dr. Frans Willem Junghuhn untuk merintis dan mengembangkan penanaman pohon kina di dataran tinggi Bandung dan membangun Gedung Keresidenan yang kini dikenal sebagai Gedung Pakuan (tempat tinggal Gubernur) maka Bupati Adipati Wiranatakusumah IV mendapat julukan Dalem Bintang.
Dalem Bintang wafat tahun 1874 digantikan oleh saudaranya yang bernama R. Adipati Kusumahdilaga (1874-1893). beliau tidak memakai gelar Wiranatakusumah kemungkinan karena Bupati yang digantikan bukan ayahnya melainkan saudaranya.
Pada tahun 1893 Bupati R.A. Adipati Kusumahdilaga meninggal dunia meninggalkan seorang putra, Rd. Muharam buah perkawinannya dengan R.Ayu Sukarsih, Rd. Muharam dilahirkan pada tanggal 23 November 1888.
Pada saat ayahnya meninggal dunia, R. Muharam tidak dapat langsung menggantikan kedudukan Bupati Bandung karena usianya pada saat itu baru 5 tahun, Pemerintah Hindia-Belanda mengangkat R.A.A Martanagara (1893-1918) (seorang bangsawan Sumedang) menjadi Bupati Bandung menggantikan Bupati R. Adipati Kusumahdilaga sampai R. Muharam cukup umur untuk menjabat sebagai Bupati Bandung. Oleh karena itu R.A.A. Martanegara mendapat julukan "Dalem Panyelang"
Setelah 3 tahun sepeninggal ayahnya,R.Muharam mengenyam pendidikan di Eropeensche lagere School (ELS) atau setingkat Sekolah Dasar tetapi bahasa pengantarnya mempergunakan bahasa Belanda. Selama bersekolah, R.Muharam dititipkan pada keluarga Belanda bernama Adams. Hal ini dimaksudkan agar R.Muharam mendapat pendidikan kedisiplinan dan dapat menyerap ilmu pengetahuan dari kebiasaan kehidupan keluarga Belanda.
R. Muharam menyelesaikan pendidikannya di ELS pada tahun 1910,lalu meneruskan ke OSVIA atau dikenal dengan Sakola Menak (bangsawan Sunda) selama tiga tahun. Di tempat ini R. Muharam yang terkenal dengan kecerdasan dan sifat pribadinya yang baik mendapat sponsor dan seorang warga Belanda,Snoux Hougronje,untuk masuk Hogore burger School (HBS) di Batavia. Karena sebagian politik Belanda pada saat itu maka tidak sembarang orang pribumi dapat masuk HBS.
Selama di Batavia R. Muharam mendapat pendidikan bahasa Perancis, Inggeris dan Jerman. Maka selain Bahasa Belanda beliau menguasai ketiga bahasa tersebut.
Perjalanan karir R. Muharam dimaulai setelah menyelesaikan sekolahnya di HBS selama 5 tahun. Dirintis sebagai juru tulis Camat Tanjungsari, Sumedang pada tahun 1910. Sejak itu namanya diganti menjadi R. Wiranatakusumah.
Satu tahun kemudian, R.Wiranatakusumah menjadi mantri Polisi Ciheulang, Sukabumi. Dan pada tahun 1912 beliau diangkat menjadi seorang camat Cibeureum, Tasikmalaya, pada tahun yang sama jejak karirnya berlanjut menjadi Bupati Cianjur tempo dulu (1912-1920) dan mendapat gelar Tumenggung. Pada saat itu R. Tumenggung Wiranatakusumah merupakan Bupati Bupati termuda dengan usia 24 tahun di seluruh Hindia-Belanda dengan prestasi dan pendidikan yang gemilang.
Berbagai prestasi R.Tumenggung Wiranatakusumah pada saat di Cianjur adalah pemberantasan penyakit malaria. Dengan cara pengeringan rawa-rawa dan menjadikannya ladang sawah,selain memutuskan mata rantai
perkembangbiakan nyamuk malaria, Cianjurpun menjadi penghasil beras terbesar di Tanah Pasundan. Prestasi tersebut diabadikan pada sebuah tugu peringatan yang bisa kita lihat di daerah Cihea, Ciranjang, Cianjur.
Prestasi lain yang tak kalah pentingnya adalah menjadikan Cianjur sebagai daerah otonomi pertama pada tahun 1917, Dalam pidato sambutannya, R. Tumenggung Wiranatakusumah menyatakan : "Kitalah yang mula-mula memperoleh kepercayaan yang maha penting ini, kitalah yang dipercobakan akan menjalankan perintah dengan menurut pikiran sendiri, yakni akan memajukan negeri dan memimpin rakyat kepada kemajuan dan kepada kesentosaan".
Selain kedua prestasi tersebut, R. Tumenggung Wiranatakusumah juga mendukung pendirian Sekolah Kautamaan Istri yang dikelola R.Siti Jenab.
Selama 8 tahun memerintah daerah Cianjur dengan prestasinya yang bisa dikatakan gemilang serta didukung oleh garis keturunan, maka R.Tumenggung Wiranatakusumah pada tahun 1920 diangkat menjadi Bupati Bandung menggantikan R.A.A. Martanagara yang mengajukan pensiunnya.
Keputusan pengangkatan tersebut berdasarkan surat keputusan dari Gubernur Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum,dengan memperoleh gelar tambahan Adipati. Pengangkatan R. Adipati Wiranatakusumah sebagai Bupati Bandung tempo doloe disambut oleh rakyat dengan upacara dan pesta yang meriah. Penyambutan oleh rakyat dengan hati yang lega dan gembira menggambarkan bahwa sosok Bupati R.Adipati Wiranatakusumah V mempunyai kedekatan emosional dengan rakyatnya,begitu juga sebaliknya.
Dengan berbasis kerakyatan yang berpihak untuk kesejahteraan rakyatnya, beliau kembali menelurkan prestsi-prestasi dengan membentuk koperasi-koperasi.
Bekal pengetahuan koperasi didapat dari kunjungannya ke Negeri Belanda pada tahun 1928 dengan mempelajari salah satu koperasi yang bernama Boeren Leenbank atau Bank Koperasi para Petani.
Selain koperasi,R.Adipati Wiranatakusumah V juga bisa juga dibilang perintis pembentukan lembaga-lembaga yang mementingkan rakyatnya. Lembaga-lembaga tersebut anara lain,LEmbaga Bisu Tuli,Rumah Buta,Lembaga Bandoeng Vooruit,Kebun Binatang Jaarbeurs dan Bank Himpunan Saudara yang pengelolaannya dilakukan oleh orang Pribumi.
Dengan segudang prestasi yang berhasil diperoleh,maka beliau kembali mendapat gelar. Gelar tersebut adalah gelar Aria, sehingga lengkaplah sudah gelar yang disandangnya yaitu Raden Aria Adipati Wiranatakusumah (R.A.A.Wiranatakusumah). R.A.A Wiranatakusumah wafat pada tanggal 22 Januari 1965.
------------------------
Sumber : Majalah Sundawani Februari 2011. Oleh: Agung Ismail Mirza.
Post a Comment