RA Wiranatakusumah II dan Kisah Sumur Bandung

Tahun 1810, RA Wiranatakusumah II menjabat sebagai Bupati Bandung ke-6. Akan tetapi, pada masa kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) alias kompeni, beliau adalah bupati ke-5 sekaligus yang terakhir. VOC berkuasa antara tahun 1677-1799 M.


Pada masa kepemimpinannya, ada perubahan mendasar terkait pusat pemerintahan Kabupaten Bandung. Beliau memindahkan ibu kota Kabupaten Bandung sejauh 11 kilometer ke arah utara, yaitu dari Karapyak ke tepi Sungai Cikapundung.

Saat itu, ibu kota Kabupaten Bandung dipandang tidak layak huni karena rentan terhadap banjir sehingga diputuskan mencari permukiman baru.

Bermula ketika sang bupati melakukan perjalanan bersama tiga pendampingnya (kapetengan), yaitu Eyang Dipa, Eyang Jenggot, dan Eyang Janalim. “Mereka menyusuri beberapa tempat dengan menunggang munding (kerbau),” ujar Achmad Hidayat, juru pelihara makam RA Wiranatakusumah II di Jalan Dalem Kaum, Kota Bandung.

Perjalanan dari Karapyak (Dayeuhkolot) pertama kali berakhir di Cigalintu (Cipaganti). Namun, wilayah ini dinilai belum sesuai dan perjalanan dilanjutkan hingga ke Rancabadak (Sukajadi). Lagi, lokasi ini pun dirasa masih belum tepat karena dianggap daerah yang sulit air.



Akhirnya, perjalanan pun berhenti di kawasan yang kini dikenal sebagai Sumur Bandung. Sumur ini berada di Gedung PLN Jalan Asia Afrika. RA Wiranatakusumah II menilai tempat ini sesuai dengan yang diharapkan. Konon, setelah menancapkan tongkatnya, seturut mitos, titik tersebut yang diberi nama Sumur Bandung mengeluarkan air.


Hari Jadi Kota Bandung
RA Wiranatakusumah II memutuskan untuk membangun permukiman dan pendopo yang sederhana. Ibu kota baru ini diberi nama Bandong.

Seturut bisluit Pemerintah Hindia Belanda (25 September 1810), atas perintah Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, Kota Bandong dinyatakan sebagai ibu kota Kabupaten Bandung. Tanggal 25 September kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Bandung.

Pembangunan Kota Bandung pada masa pemerintahannya berlangsung masih dalam taraf sederhana. Namun, Bandung sebagai kota perlahan menggeliat.

Tidak ada komentar