Karapyak atau Dayeuhkolot, Asal Muasal Pusat Pemerintahan Bandung Yang Terlupakan
Versi 1
Air, banjir, dan Citarum
merupakan tiga kata yang melekat dengan Dayeuhkolot saat ini.
Titel daerah rawan banjir
membuat sejarah keberadaan Dayeuhkolot akan peradaban di Bandung menjadi
tersisihkan. Sesuai dengan namanaya, Dayeuhkolot yang berarti kota tua, pada
masanya merupakan pusat peradaban bahkan pusat pemerintahan Bandung.
Bedasarkan beberapa sumber
bacaan, kota yang sekarang dikenal dengan nama Dayeuhkolot awalnya bernama
Karapyak, yang artinya rakit penyebrangan. Selain itu, Karapyak juga merupakan
pusat pemerintahan pada zaman dulu hingga akhirnya dipindahkan ke (saat ini)
wilayah Kota Bandung.
Perpindahan Ibu Kota Bandung dari Dayeuhkolot diceritakan oleh Juru Kunci
Bupati Bandung Pertama Raden Tumenggung Wiraangunangun, Jujun Syarif Hidayat
Jujun bercerita Raden Tumenggung Wiraangunangun atau
dikenal dengan nama Raden Astamanggala memugar pusat Ibukota Bandung pertama
kali pada 1.600-an. "Beliau memilih Dayeuhkolot sebagai pusat pemerintahan
pertama Kabupaten Bandung," ujarnya.
Di Karapyak atau sekarang
disebut Dayeuhkolot inilah pertama kali dibangun Pendopo sebagai pusat
pemerintahan Bandung di Bawah Raden Tumenggung Wiraangunangun sebagai bupati
pertama.
Nama Dayeuhkolot sendiri disematkan setelah ada perpindahan pusat ibu kota.
Karena Raden Tumenggung Wiraangunangun hanya menjadikan Karapyak sebagai pusat
Ibukota sementara. Dia menginginkan pusat pemerintahan berada di tengah-tengah
Bandung.
Dia kemudian mencari puseur
(pusat) Bandung yang akan dijadikannya lokasi pusaat pemerintahan. Dalam Cerita
yang diketahui oleh Jujun, ada satu syarat utama untuk mengetahui lokasi puseur
Bandung, yakni Raden Tumenggung Wira Angun Angun harus harus menancapkan
tongkat ke tanah.
"Jika setelah tongkat ditancapkan ke tanah keluar air, maka di situlah
puseur Bandung," ucapnya.
Raden Tumenggung Wira Angun
Angun kemudian mencari Puseur Bandung. Hingga akhirnya, syarat utama untuk
mencari titik Pusat Bandung ditemukan. Lokasi tersebut sekarang menjadi kantor
PLN.
Hal tersebut dikarenakn, sesuai dengan pencarian Puseur
Bandung oleh Raden Tumenggung Wiraangunagun, dimana setelah menancapkan tongkat
di Sumur Bandung, air langsun keluar dari tanah bekas tancapan tongkatnya.
Namun, pada akhir tahun 1600,
Raden Tumenggung Wira Angun Angun pergi Ke Belanda untuk sebuah keperluan.
Sebelum pergi, dia berpesan kepada Senopatinya untuk membangun pusat
pemerintahan di Sumur Bandung atau tempat dia menancapkan tonggkatnya.
"Tapi senopatinya malah membangun pusat pemerintahan di tempat yang salah,
yaitu di Balaikota sekarang. Pada waktu Raden Wira Angun Angun kembali dari
Belanda, pusat ibu pemerintahan sudah selesai dibangun," terangnya.
Tidak lama kemudian, Raden
Tumenggung Wira Angun Angun meninggal dunia tepatnya tahun 1681, sehingga dia
tidak sempat mengembalikan pusat pemerintahan ke titik yang seharusnya.
Pada saat meninggal, Raden
Tumenggung Wira Angun Angun jenazahnya dimakamkan di Gunung Batu Baleendah dan
pada 1984, makamnya dipindahkan ke Leuwi Bandung Dayeuhkolot atau tempat yang
menjadi pendopo pertama pemerintahan Bandung.
Banjir sendiri merupakan alasan
pemindahan pusat Ibu Kota Bandung tersebut. Sejak dulu, kawasan Dayeuhkolot
kerap dilanda banjir.
Versi 2
Dayeuhkolot adalah
sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung yang menghubungkan ibu kota Jawa Barat
dan ibu kota Kabupaten Bandung. Dayeuhkolot berjarak 9 kilometer dari Kota
Bandung, dan 18 kilometer dari Soreang. Selama ini, macet dan banjir merupakan
hal yang paling diingat oleh warga Bandung Raya jika membicarakan kecamatan
satu ini.
Gimana nggak macet, sebagai wilayah yang
menghubungkan Kota Bandung dan wilayah Bandung Selatan, volume kendaraan yang
melewati Dayeuhkolot terus bertambah padahal pelebaran jalan di kawasan ini
nggak bertambah secara signifikan. Apalagi kalau musim kemarau tiba, wah
wilayah ini bakal terasa sangat gersang, panas, dan penuh debu lantaran
sedikitnya jumlah pepohonan yang ada dan begitu banyak truk besar yang
melintas.
Sementara itu, setiap musim hujan tiba, sebagai
wilayah yang berbatasan langsung dengan Sungai Citarum yang saat ini keadaannya
sudah sangat rusak dan Dayeuhkolot selalu kebanjiran. Tentu saja hal ini berimbas
pada lumpuhnya transportasi antara Kota Bandung dan wilayah Bandung Selatan.
Kegiatan ekonomi masyarakat pun jadi terganggu gara-gara banjir langganan ini.
Kamu tentu sering mendengar berita soal wilayah ini kebanjiran tiap tahunnya,
kan?
Namun, tahukah kamu kalau dulu Dayeuhkolot merupakan
pusat pemerintahan Bandung sebelum akhirnya dipindahkan ke wilayah Kota
Bandung?
Sebelum bernama Dayeuhkolot, wilayah tersebut
bernama Karapyak yang berarti rakit penyeberangan yang dibuat dari batang bambu.
Barulah saat ada pemindahan pusat pemerintahan Bandung, wilayah Karapyak
berganti nama menjadi Dayeuhkolot. Nama Dayeuhkolot bukan sekadar nama tanpa
arti, lho. Dayeuh dalam bahasa Sunda artinya “kota”, sedangkan Kolot artinya
“tua”, sehingga bisa diartikan Dayeuhkolot sebagai “kota tua” dalam bahasa
Sunda.
Kenapa pusat pemerintahan Bandung saat itu
dipindahkan dari Dayeuhkolot?
Ada dua alasan utama
yang melatarbelakangi pemindahan pusat pemerintahan Bandung saat itu. Pertama,
letak pusat pemerintahan Bandung saat itu terlalu menjorok ke arah selatan
sehingga diputuskan untuk dipindahkan ke tengah-tengah Bandung. Kedua,
Dayeuhkolot kerap dilanda banjir setiap musim hujan datang karena berbatasan
langsung dengan Sungai Citarum. Perpindahan pusat pemerintahan Bandung ini
tentu saja melibatkan Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Herman Willem
Daendels, dan Bupati Bandung saat itu, Wiranatakusumah II.
Saat ini, Dayeuhkolot berkembang menjadi daerah yang
cukup padat lantaran banyak permukiman warga yang dibangun di sana. Mulai dari
perumahan kecil hingga perumahan besar ada di sana. Di daerah ini juga ada
salah satu kampus terbesar di Bandung Raya, yakni Telkom University. Pabrik dan
kawasan industri juga banyak dibangun di daerah ini.
Post a Comment